Cita-Cita

Standard

Waktu kamu berumur 3 tahun,

kamu bilang ingin jadi dokter,

karena pernah terpesona pada jas putihnya.

Dua tahun kemudian,

kamu ingin jadi guru,

karena jatuh cinta pada guru TKmu,

yang bak pahlawan penyelamat bumi.

Ketika 13 tahun,

kamu tak ingin jadi apa-apa,

karena kamu benci jadi dewasa.

Tapi 2 tahun kemudian,

kamu mati-matian ingin jadi penyanyi atau model,

pokoknya selebriti.

Apapun yang bisa membuatmu tampil di televisi.

Tapi setahun kemudian kamu tau,

jadi selebriti tak selalu menyenangkan,

dan kamu tau kamu bisa hidup mewah dengan jadi pialang saham.

Kamu juga tau melindungi kera di hutan tropis mungkin sangat memuaskan.

Setelah ulang tahun ke delapan belas,

muncul ketakutan-ketakutan,

kamu akan gagal,

selamanya tak menjadi apa-apa.

Suatu saat nanti,

bila kamu sudah 20 tahun,

melamun di ruang kuliahmu,

bertanya-tanya,

apakah kamu telah melewati jalan yang benar?

Mungkinkah memulai semua dari awal?

Waktu usiamu 30,

kamu tau kamu mungkin salah melangkah,

bekerja di hotel,

ketika lebih suka memakai jins belel.

Suatu saat,

di antara usia belasanmu,

kamu khawatir tak pernah menemukan pujaan hati.

Tapi kamu salah,

karena sedetik kemudian kamu bertemu dengannya,

menatapnya kagum bagai dewa.

Kamu ragu, apakah dia orang itu?

Tapi kamu salah lagi,

dia bukan dewa.

Kamu menyesal, kecewa, dan remuk.

Kamu takut akan salah lagi untuk ke sekian kalinya.

Tapi siapa peduli?

Siapa yang tau kamu salah atau benar?

Siapa yang bisa memberi tau apa yang terjadi di ujung jalan sana,

kalau bukan kamu yang berjalan di atasnya?

Dan tak perlu, tak perlu berkecil hati,

meski tau tak bisa berbalik lagi.

Kamu tetap bisa berbelok,

kamu slalu bisa berbelok.

Karena jalan slalu punya persimpangan, meski entah dimana.

Bila tak bisa mundur,

tak perlu takut,

kita slalu bisa berubah arah.

(ditulis waktu jaman smp di binder, baru ketemu sekarang)

One response »

Leave a comment